Makalah Dasar-dasar Pendidikan Islam dalam perspektif hadits tarbawi
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
Islam merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat Islam.
Pendidikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk meningkatkan
keimanannya terhadap Allah SWT jika orang semakin banyak mengerti tentang
dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam maka kemungkinan besar mereka akan lebih tahu
dan lebih mengerti akan terciptanya seseorang yang beriman. Jika manusia hidup
di dunia ini tidak mengenal dasar-dasar pendidikan maka mereka sulit untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka dari itu, kami menjelaskan tentang
Dasar-Dasar Pendidikan Islam serta bukti haditsnya.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa
pengertian Dasar-dasar Pendidikan Islam?
1.2.2
Apa
dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Untuk
mengetahui Dasar-dasar Pendidikan Islam
1.3.2
Untuk
mengetahui dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits
1.4
Manfaat Penulisan
1.4.1
Memberikan
pengetahuan tentang pengertian Dasar-dasar Pendidikan Islam
1.4.2
Memberikan
dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Dasar (Arab: asas; Inggris: foudation; Perancis: fondement; Latin;
fundamentum) secara bahasa berati alas, fundamen, pokok atau pangkal segala
sesuatu (pendapat, ajaran, aturan)[1].
Dasar mengandung pengertian sebagai berikut: Pertama, sumber dan sebab
adanya sesuatu. Kedua, proposisi paling umum dan makna paling luas yang
dijadikan sumber pengetahuan, ajaran atau hukum.
Pendidikan menurut UU
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajran atau
pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya
supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.[2]
Islam adalah agama
samawi penutup yang diturunkan Tuhan ke dunia melalui seorang rasul, Muhammad
SAW. Misi utamanya adalah mengantarkan manusia menuju pada kehidupan yang
damai, harmonis, aman, tenteram, sejahtera, dan bahagia, tidak hanya di dunia
ini, namun juga pada kehidupan di akherat kelak. Secara etimologis kata Islam
berasal dari bahasa Arab “salima” yang berati damai, selamat dan atau
sejahtera. Kemudian dari kata itu dibentuklah istilah “taslim”, yang
secara bahasa berati tunduk, patuh dan pasrah, maksudnya adalah tunduk dan
patuh serta pasrah kepada kehendak
Tuhan.
Sedangkan secara terminologis
makna Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT, yang mengajarkan dan
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia , dan
manusia dengan alam sekitar nya, yang meliputi pokok-pokok kepercayaan dan aturan-aturan
hukum yang dibawa melalui utusan yang terakhir, nabi Muhammad SAW dan berlaku untuk
seluruh umat manusia[3].
2.2 Dasar
Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits
Dasar adalah landasan tempat
berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat berdiri dengan kokoh. Dasar berguna
agar pendidikan yang dijalankan tetap kokoh dikemajuan tekhnologi, sains, dan
informasi. Abdul Fatah Jalal membagi dasar pendidikan Islam kepada dua sumber:[4]
1.
Sumber
Ilahiyat,yaitu al-quran dan hadits (sunnah) dan alam semesta sebagai ayat
kauniyyat yang perlu ditafsirkan kembali.
2.
Sumber
insaniyat, yaitu proses ijtihad manusia.
Bagi sa’id Ismail, sebagaimana dikutip
Hasan Langgulung, ada enam dasar pendidikan dasar dalam Islam, yaitu:
a.
Al-quran
b.
Sunnah
Rasulullah
c.
Qaul
Al-Sahabat
d.
Masalih
Al-Mursalat
e.
‘urf
f.
Hasil
pemikiran atau ijtihad intelektual muslim
Al-quran sebagai dasar pendidikan
pada era rasulullah sudah jelas dan tidak membutuhkan pembuktian. Dalam
al-quran dijelaskan bahwa al-quran diturunkan supaya tidak ada hujjah bagi
orang-orang kafir, sebagai bukti bahwa informasi tentang dzat Allah SWT dan
segala hukumnya sudah dijelaskan dalam al-quran yang dibawa oleh rasululah SAW,
sebagaimana firman Allah:
ذَلِكَ
اُلْكِتَبُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلمُتَّقِيْنَ
Artinya: kitab (al-quran) ini tidak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi ereka yang bertaqwa (Q.S. al-baqarah: 2)[5].
Pendidikan Islam yang berlandaskan al-Quran yaitu memenuhi keimanan, ibadah,
akhlak, dan ilmu pengetahuan atau paling tidak mengandung dua prinsip dasar
yaitu yang berhubungan dengan masalah aqidah (keimanan) dan yang berhubungan
dengan amal (iman-amal shaleh). Dan jelas, Pendidikan Islam harus menggunakan
al-Quran sebagai landasan dan sumber utama karena pendidikan ikut menentukan
corak dan bentuk amal ibadah dan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun
sebagai makhluk social dan anggota masyarakat yang sekaligus pendidikan
tersebut mendukung tujuan hidup manusia sesuai dengan isi al-quran.
Sementara hadits ataupun sunnah Nabi
SAW sebagai hujjah dapat ditemukan dalam al-quran yang menyebutkan tentang
keteladanan rasululah SAW dalam surat al-ahzab ayat 21 al-maraghi menjelaskan,
Muhammad SAW merupakan contoh yang paling tinggi, dan teladan yang baik yang
harus diteladani. Meneldani semua amalnya, tentunya hal ini dilakukan terutama
bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan percaya kepada akhirat. Sunnah nabi
menjadi landasan dan sumber kedua setelah al-quran. Di dalam sunnah diajarkan
tentang aqidah, syari’ah dan akhlak seperti al-quran, yang juga berkaitan
dengan masalah pendidikan. Yang paling penting dalam sunnah adalah bahwa
didalamnya terdapat cerminan tingkah laku dan kepribadian Rasulullah yang
menjadi suri tauladan dan harus diikuti oleh setiap muslim sebagai satu model
kepribadian Islam.
Disamping
penjelasan al-quran yang menetapkan al-quran dan sunnah rasul sebagai dasar
pendidikan. Juga terlihat dari beberapa sunnah Rasulullah SAW sebagai berikut:
Rasulullah SAW,
bersabda: مَنْ
قاَلَ فِيْ الْقُرْآن بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنَ الناَّر
Artinya: “Siapa yang membicarakan Al-quran tanpa ilmu, maka dia
benar-benar telah mempersiapkan tempatnya di neraka”[6]
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ شَيْىأَيْنِ لَنْ تَضِلُوْا بَعْدَ هُماَ كِتاَبَ اللَّهِ وَ سُنَّتِي
(رواه الحاكم)
Artinya: Aku
tinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan sesat selama-lamanya,
jika kamu berpegangan kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku. (H.R.
al-Hakim)[7]
حَدَثَناَمُحَمَّدْبِنْ
سُفْياَن, حَدَثَنَافُلَيْحِ, حَدَثَنَاهِلاَلبِنْ عَلِي, عَنْ عَطَاءِبِنْ
يَساَرْ, عَنْ اَبِيْ هُرَيْرةً, "اَنَّ رَسُوْلِ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم
قَالَ, " كُلُّ امَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَمِنْ اَبِيْ"
قَالُوْ يَارَسُوْلَ اللَّه مِنْ اَبِيْ؟" قَالَ," مَنْ اَطَاعَنِيْ
دَخَلَ الْجَنَّةَ, وَمَنْ عَصَاني فَقَدْ اَبِيْ" (رواه البخاري)
Artinya : menceritakan kepada kami
muhammad ibn sufyan, menceritakan kepada kami fulaih, menceritakan kepada kami
hilal ibn ali, dari ‘atha’ ibn yasar, dari abu hurairah RA, “ bahwa rasulullah
SAW Bersabda, “ semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para
sahabat bertanya, wahai rasulullah! Siapa yang enggan? Beliau menjawab, “
barang siapa menaatiku maka masuk surga, dan barang siapa yang durhaka
kepadaku, maka dia yang enggan,” (HR. Bukhori).).
اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم,
" اِنَّ الْاَمَانَةَ نَزَلَتْ مِنَ السَّماَءِفِيْ جِذْرِالْقُلُوْبُ
الرِّجَال, وَنَزَلَ الْقُرْاَنْ, فَقْرَأُوالقُرْاَنْ, وَعَلِمُوا مِنَ السُّنًّة
(رواه البجاري)
Artinya : menceritakan kepada kami
ali ibn abdullah, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, “ aku bertanya
kepada A’masyi, ia berkata,”dari zaid ibn wahab, aku mendengar huzaifat, ia
berkata, “ menceritakan kepada kami rasulullah SAW, bahwa amanah turun dari
langit pada hati seseorang, dan di turunkan al-qur’an, maka bacalah al-qur’an
dan pelajari sunnah.” (HR. Bukhari).
حَدَثَنِيْ يَحْيَ بِنْ يَحْيَ, اَخْبَرَنَا
الْمُغِيْرَتين عَبْدُ الرَّحْمَنَ الْحِزَامِيْ عَنْ اَبِي الزِنَادْ, عَنِ
الْاَعْرَجْ, عَنْ اَبِيْ هُرَيْرة, عَنِ النَّبِيْ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّم قَالَ, مَنْ اَطَاعَنِيْ فَقَدْ اَطَاعَ اللَّه وَمَنْ يَعْصَنِي فَقَدْ
عَصَى اللَّه, وَمَنْ يُطِعِ الْاَمِيْرُ فَقَدْ اَطَاعَنِي. وَمَنْ يَعصِ
الْاَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي." (رواه مسلم)
Artinya : menceritakan kepada kami yahya ibn yahya, memberitakan kepada kami
al-Mughirat ibn abdurrahman ah-Hizami dan abi zinad dari al-A’raj dari abu
hurairat dari rasulullah SAW bersabda, siapa yang taat kepadaku berarti ia taat
kepada allah. Siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada allah,
siapa yang taat kepada pemimpin (amir) berarti ia taat kepadaku. Siapa yang
mendurhakai amirku berarti ia mendurhakaiku (HR. Muslim).
حَذَثَنَا
عَلِى بْنُ الْجَعْدِ قَاَلَ اَخْبَرَنَا مَنْصُوْرُ قَاَلَ سَمِعْتُ ربعى بن امر
يَقُوْلُ,سَمِعْتُ عَلَيّاَ يَقُوْلُ قَاَلَ الَنبِى صَلى الله عليه وسلم لَا تُكَذِّبُ عَلَى فَاءِنَّهُ مَنْ كَذَّبَ
عَلَى فَلِيْلِجُ النا ر (رواه البخاري)
Artinya: menceritakan kepada ali ibn
Ja’di, ia berkata, memberikan kepada syu’bat, ia berkata, memberikan kepada
mansyur, ia berkata, “aku mendengar ali berkata, “rasulullah SAW bersabda “
janganlah kamu berdusta atas namaku. Karena orang yang berdusta atas namaku,
maka hendaklah ia masuk neraka”. (HR. Bukhari).
Selanjutnya urgensi ijtihad sebagai
dasar pendidikan, dapat dilihat dari momentum pengutusan Mu’az bin jabal ke
negri yaman. Terlebih dahulu Mu’az dites (uji kompetensi) oleh rasulullah,
dengan dasar atau rujukan yang dijadikan bila ditemukan persoalan di tengah
masyarakat yang membutuhkan penyelesaian. Mu’az menjawab dengan tiga rujukan,
yaitu Qur’an dan Hadits, dan jika tidak ditemukan di keduanya lalu berijtihad.
Rasulullah setuju dijadikannya ijtihad sebagai dasar hukum, termasuk dasar
pendidikan. Penetapan ijtihad juga bisa dilihat dari hadits berikut :
حَدَثَنَى
بِنْ يَحْيَ الَتمِيْمِى, اَخْبَرَنَا عَبْدُ اْلَعَزِيْزِ بْنُ محمد, عَنْ
يَزِيْدُبْنِ عَبْدُ الله بِنْ اُسَا مَة بِنْ الْهَادِ, عَنْ اَبِىْ قَءِسْ
مَوْلَى عُمَرُ بِنْ الْعَاصْ عَنْ اِنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ رسول الله صلى الله
عليه وسلم قاَلَ" اِذَ احَكَمَ اْلَحَا كِمُ فَاجْتَهِدُ ثُمّ اَصَابَ ,
فَلَهُ اَجْرَانِ . وَاِذَاحَكَمَ فَا جْتَهِدُ ثُم اَخْطَأُ فَلَهُ اَجْرٌ(رواه
مسلم)
Artinya : menceritakan kepada kami yahya
ibn yahya al-Tamimi, memberitakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz Ibn Muhammad, dari
yazid ibn abdullah ibn usamad ibn had, dari Muhammad ibn Ibrahim,dari busri bin
sa’id, dari abi qais maula dari amr ibn ash, berkata, “ bahwa ia mendengar
rasulullah SAW bersabda, apabila seorang hakim memutuskan perkara dengan
berijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila, ia
memutuskan perkara dengan berijtihad, lalu salah, maka ia memperoleh satu
pahala”. (HR. Muslim).
Adapun perkataan sahabat (qaul-al
sahabat) dijadikan sebagai dasar pendidikan diantaranya dapat dilihat dari
hadits berikut.
عَنْ
الحَرْبَاضْ بِنْ سَارِيَةَ قَالَ وَعَطَاِن رسول الله صلى الله عليه وسلم هُوَ
عَطَةِ ذُ رْفَةَ مِهْنَا العُمُوْنَ وَجِلَتْ مِنْهَا اْلُقُلُوْب فَلَنَا يَا
رَسُوُل الله اَنّ هَذِهِ لِمَوْ عِظَةِ مَوْ دَعَ فَمَا دَا تَعْهَدْ اِلَيْنَا ء
قَالَ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْظَاأَ لسلها كنار هَالَا يَزِيْغَ عَنْهَا بَعْدَ
اِلاّ هَلَكَ وَمَنْ يَعْسَ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اِخْتِلِاَ فًا كَثِيْرًا
فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ مُنَّتِى وَسُنّةِ الْحُلَ فَاَءَ الّرّسِدِ
يْن وَعَلَيْكُمْ بِالّطّا عَةِ وَاِ نْ عَبِيْدَا حبنيا عَضُوْا عَلَيْهَا
بالنواجد فَا نّمَا اْلمُوأْمِنُ كا لجمل الا نف حسما انقيد لنقاد
Artinya : dari arbath ibn sariat berkata,
rasulullah SAW telah menasihati dengan nasihat yang menyentuh hati dan
meneteskan air mata. Kami bertanya, wahai rasulullah, sesungguhnya nasihat itu
seolah-olah nasihat pamitan dari perpisahan, oleh karena itu nasihatilah kami,
rasulullah berkata: aku menasihatkan kalian agar bertaqwa kepada allah,
mendengar dan berbuat ketaatan, walaupun seorang hamba sahaya memerintahkanmu,
sesungguhnya diantaramu nanti banyak pertentangan, maka oleh karena ini,
senantiasalah kalian berpegang teguh kepada sunatku dan sunnah khulafa al-rasidin,
yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnahku dengan taringmu, jauhkan mengada-ada
perkara, sebab mengada-adakan perkara tersebut adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah sesat dan setiap kesesatan adalah neraka.” (HR. Ahmad Ibn Hambal)
Disamping hadits diatas, terdapat
juga riwayat lain yang mengindikasikan perkataan sahabat sebagai dasar
pendidikan pada era rasulullah SAW. Misalnya sikap rasulullah yang menerima
pendapat sahabat dan dijadikan dasar konsep dan strategi perang. Pada saat
perang uhud nabi berpendapat lebih baik bertahan dalam kota, tapi karena
mayoritas sahabat berpendapat keluar dari kota, maka nabi mengikuti pendapat
mayoritas. Sedangkan dalam perang khandaq nabi tidak menjadikan pendapat Salman
al-Farisi sebagai dasar strategi perang, yang mengusulkan agar kaum muslimin
membuat parit disekitar kota madinah dan memperkuat pertahanan pertahanan dalam
kota. Pendapat ini di tentang oleh kaum anshar dan muhajirin. Tetapi akhirnya
mereka menerima pendapat tersebut setelah nabi memberikan persetujuan, karena
lebih menguasai strategi perang pada kondisi daerah yang seperti itu.
Selanjutnya pada era rasulullah SAW,
adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran islam, juga diperbolehkan,
dan tidak dilarang oleh rasulullah SAW. Misalnya, kebiasaan orang arab
menyenandungkan sya’ir. Ketika rasulullah SAW memasuki makah untuk melaksanakan
umrah, ibnu rawahah menyenandungkan nasyid, “ anak turun kafir telah lepas dari
jalanNya. Sekarang kita saksikan kehancuran mereka, hingga si kepala suku
terpisah dari ranjang tidurnya, dan seorang sahabat mencela sahabatnya
sendiri”. Melihat demikian, umar berkata “ wahai ibnu rawahat, ditanah haram
didepan rasulullah SAW, begini engkau menyenandungkan sya’ir ?” rasulullah pun
bersabda “ biarkanlah wahai umar, sya’irnya lebih cepat mengenai mereka dari
pada anak-anak panah.” Dalam riwayat lain, rasulullah SAW bersabda,” demi dzat
yang diriku ada pada genggamannya, ucapan ibn rawahah atas kaum musrikin lebih
pedih dari pada anak panah.
Dari peristiwa tersebut, menunjukkan
bahwa adat kebiasaan masyarakat arab yang tidak bertentangan dengan ajaran
islam, juga di jadikan sebagai landasan hukum atau landasan pendidikan.
Kemudian studi tentang nasab (garis keturunan) juga merupakan kebiasaan orang
arab. Karena tidak bertentangan dengan al-qur’an juga dibolehkan oleh
rasulullah SAW, sebagai materi ajar untuk pembiasaan silaturrahmi atau akhlak.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dasar
adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat berdiri dengan
kokoh. Sedangkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajran atau pelatihan agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Islam adalah agama
yang diturunkan Allah SWT, yang mengajarkan dan mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia , dan manusia dengan alam sekitar
nya, yang meliputi pokok-pokok kepercayaan dan aturan-aturan hukum yang dibawa
melalui utusan yang terakhir, nabi Muhammad SAW dan berlaku untuk seluruh umat
manusia.
Berdasarkan tinjauan terhadap
ayat-ayat al-qur’an, hadits dan sejarah hidup reasulullah SAW diatas, diantara
dasar pendidikan adalah al-qur’an dan hadits sebagai dasar primer, atau dasar
pokok. Ijtihad, adat kebiasaan dan perkataan sahabat, sebagai dasar sekunder,
atasu dasar tambahan. Menurut Abdul fatah jalal membagi dasar pendidikan islam
kepada dua sumber :
1.
Sumber ilahiyat, yaitu al-qur’an dan hadits
(sunnah) dan alam semesta sebagai ayat
kauniyyat yang perlu ditafsirkan kembali.
2.
Sumber
insaniyat, yaitu proses ijtihad manusia.
Bagi sa’id ismail, sebagaimana
dikutip hasan langgulung, ada enam dasar pendidika dasar islam, yaitu :
a)
Al-qur’an
b)
Sunnah
rasulullah
c)
Qaul
al-Sahabat
d)
Masalih
Al-Mursalat
e)
‘urf
f)
Hasil pemikiran atau ijtihad intlektual muslim
3.1 Saran
Diharapkan
kepada pembaca untuk mengetahui dan mengamalkan apa yang tercantum dalam
makalah ini. Yaitu menerapkan nilai-nilai keimanan, ibadah, akhlak, dan ilmu
pengetahuan atau paling tidak mengandung dua prinsip dasar yaitu yang
berhubungan dengan masalah aqidah (keimanan) dan yang berhubungan dengan amal
(iman-amal shaleh). Dan jelas, pembaca diwajibkan menggunakan al-Quran sebagai
landasan dan sumber utama pendidikan islam karena hal itu ikut menentukan corak
dan bentuk amal ibadah dan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun
sebagai makhluk social dan anggota masyarakat yang sekaligus pendidikan
tersebut mendukung tujuan hidup manusia sesuai dengan isi al-quran.
DAFTAR
PUSTAKA
Muis, Thabrani Abd. 2013. Pengantar dan Dimensi-Dimensi
Pendidikan. Jember: STAIN Jember Pres.
Muniron. Syamsun Ni’am. Ahidol Asror. 2010. Studi Islam di
Perguruan Tinggi. Jember: STAIN Jember Press
Ahmad, Ibn Hambal Imam. Hadis-Hadis Imam Ahmad. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Djumransjah. Abdul Malik Karim Amirullah. Pendidikan Islam Menggali
“Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi. Malang: UIN-Malang Press.
NN. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
dalam Hadits. http://stitataqwa.blogspot.com.es/2013/02/hadits-tarbawi-dasar-pendidikn-dalam.html?m=1. Tanggal akses 10 September 2014.
[1]
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka; Jakarta, 1994) hal.
211
[2] Abd. Mus Thabrani. Pengantar dan
Dimensi-dimensi Pendidikan. 2013. Hal. 21
[3] Muniron. Syamsun Ni’am. Ahidol Asror. 2010. Studi Islam di
Perguruan Tinggi. Jember: STAIN Jember Press. Hal. 33
[5] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab
Suci al-uran, 1977, hal. 8
[6]
Musnad Abdullah
ibn Abbas “hal. 501 dan 578, hadis no.2069 dan 2429, selanjutnya ditulis
501/2069”, Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad dari Ahmad ibn Muhammad ibn
Hanbal dari Waki dan Muammal – Sufyan Abdu l-A’la Ats-Tsa’labiy – Said ibn
Jubair – ibn Abbas dalam bukunya Imam Ahmad ibn Hambal. “Hadis-hadis Imam Ahmad
Menyoal Al-Quran, Sirah, Khilafah dan Jihad. 2009. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hal. 2
[7] Djumransjah. Abdul Malik Karim Amirullah. Pendidikan Islam
Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi. Malang: UIN-Malang Press. Hal. 46

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda