Selasa, 18 November 2014

Makalah Dasar-dasar Pendidikan Islam dalam perspektif hadits tarbawi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat Islam. Pendidikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk meningkatkan keimanannya terhadap Allah SWT jika orang semakin banyak mengerti tentang dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam maka kemungkinan besar mereka akan lebih tahu dan lebih mengerti akan terciptanya seseorang yang beriman. Jika manusia hidup di dunia ini tidak mengenal dasar-dasar pendidikan maka mereka sulit untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka dari itu, kami menjelaskan tentang Dasar-Dasar Pendidikan Islam serta bukti haditsnya.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1     Apa pengertian Dasar-dasar Pendidikan Islam?
1.2.2     Apa dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1     Untuk mengetahui Dasar-dasar Pendidikan Islam
1.3.2     Untuk mengetahui dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits 
1.4  Manfaat Penulisan
1.4.1     Memberikan pengetahuan tentang pengertian Dasar-dasar Pendidikan Islam
1.4.2     Memberikan dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
                Dasar (Arab: asas; Inggris: foudation; Perancis: fondement; Latin; fundamentum) secara bahasa berati alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan)[1]. Dasar mengandung pengertian sebagai berikut: Pertama, sumber dan sebab adanya sesuatu. Kedua, proposisi paling umum dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan, ajaran atau hukum.
                 Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.[2]
                 Islam adalah agama samawi penutup yang diturunkan Tuhan ke dunia melalui seorang rasul, Muhammad SAW. Misi utamanya adalah mengantarkan manusia menuju pada kehidupan yang damai, harmonis, aman, tenteram, sejahtera, dan bahagia, tidak hanya di dunia ini, namun juga pada kehidupan di akherat kelak. Secara etimologis kata Islam berasal dari bahasa Arab “salima” yang berati damai, selamat dan atau sejahtera. Kemudian dari kata itu dibentuklah istilah “taslim”, yang secara bahasa berati tunduk, patuh dan pasrah, maksudnya adalah tunduk dan patuh  serta pasrah kepada kehendak Tuhan.
                 Sedangkan secara terminologis makna Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT, yang mengajarkan dan mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia , dan manusia dengan alam sekitar nya, yang meliputi pokok-pokok kepercayaan dan aturan-aturan hukum yang dibawa melalui utusan yang terakhir, nabi Muhammad SAW dan berlaku untuk seluruh umat manusia[3].
                

2.2 Dasar Pendidikan Islam yang terkandung dalam hadits
            Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat berdiri dengan kokoh. Dasar berguna agar pendidikan yang dijalankan tetap kokoh dikemajuan tekhnologi, sains, dan informasi. Abdul Fatah Jalal membagi dasar pendidikan Islam kepada dua sumber:[4]
1.      Sumber Ilahiyat,yaitu al-quran dan hadits (sunnah) dan alam semesta sebagai ayat kauniyyat yang perlu ditafsirkan kembali.
2.      Sumber insaniyat, yaitu proses ijtihad manusia.
      Bagi sa’id Ismail, sebagaimana dikutip Hasan Langgulung, ada enam dasar pendidikan dasar dalam Islam, yaitu:
a.       Al-quran
b.      Sunnah Rasulullah
c.       Qaul Al-Sahabat
d.      Masalih Al-Mursalat
e.       ‘urf
f.       Hasil pemikiran atau ijtihad intelektual muslim
            Al-quran sebagai dasar pendidikan pada era rasulullah sudah jelas dan tidak membutuhkan pembuktian. Dalam al-quran dijelaskan bahwa al-quran diturunkan supaya tidak ada hujjah bagi orang-orang kafir, sebagai bukti bahwa informasi tentang dzat Allah SWT dan segala hukumnya sudah dijelaskan dalam al-quran yang dibawa oleh rasululah SAW, sebagaimana firman Allah:
ذَلِكَ اُلْكِتَبُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلمُتَّقِيْنَ
            Artinya: kitab (al-quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi ereka yang bertaqwa (Q.S. al-baqarah: 2)[5]. Pendidikan Islam yang berlandaskan al-Quran yaitu memenuhi keimanan, ibadah, akhlak, dan ilmu pengetahuan atau paling tidak mengandung dua prinsip dasar yaitu yang berhubungan dengan masalah aqidah (keimanan) dan yang berhubungan dengan amal (iman-amal shaleh). Dan jelas, Pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran sebagai landasan dan sumber utama karena pendidikan ikut menentukan corak dan bentuk amal ibadah dan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai makhluk social dan anggota masyarakat yang sekaligus pendidikan tersebut mendukung tujuan hidup manusia sesuai dengan isi al-quran.
            Sementara hadits ataupun sunnah Nabi SAW sebagai hujjah dapat ditemukan dalam al-quran yang menyebutkan tentang keteladanan rasululah SAW dalam surat al-ahzab ayat 21 al-maraghi menjelaskan, Muhammad SAW merupakan contoh yang paling tinggi, dan teladan yang baik yang harus diteladani. Meneldani semua amalnya, tentunya hal ini dilakukan terutama bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan percaya kepada akhirat. Sunnah nabi menjadi landasan dan sumber kedua setelah al-quran. Di dalam sunnah diajarkan tentang aqidah, syari’ah dan akhlak seperti al-quran, yang juga berkaitan dengan masalah pendidikan. Yang paling penting dalam sunnah adalah bahwa didalamnya terdapat cerminan tingkah laku dan kepribadian Rasulullah yang menjadi suri tauladan dan harus diikuti oleh setiap muslim sebagai satu model kepribadian Islam.
Disamping penjelasan al-quran yang menetapkan al-quran dan sunnah rasul sebagai dasar pendidikan. Juga terlihat dari beberapa sunnah Rasulullah SAW sebagai berikut:
Rasulullah SAW, bersabda:   مَنْ قاَلَ فِيْ الْقُرْآن بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنَ الناَّر
          Artinya: “Siapa yang membicarakan Al-quran tanpa ilmu, maka dia benar-benar telah mempersiapkan tempatnya di neraka”[6]
                                                           
                 تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْىأَيْنِ لَنْ تَضِلُوْا بَعْدَ هُماَ كِتاَبَ اللَّهِ وَ سُنَّتِي (رواه الحاكم)
            Artinya: Aku tinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan sesat selama-lamanya, jika kamu berpegangan kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku. (H.R. al-Hakim)[7]
حَدَثَناَمُحَمَّدْبِنْ سُفْياَن, حَدَثَنَافُلَيْحِ, حَدَثَنَاهِلاَلبِنْ عَلِي, عَنْ عَطَاءِبِنْ يَساَرْ, عَنْ اَبِيْ هُرَيْرةً, "اَنَّ رَسُوْلِ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ, " كُلُّ امَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَمِنْ اَبِيْ" قَالُوْ يَارَسُوْلَ اللَّه مِنْ اَبِيْ؟" قَالَ," مَنْ اَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ, وَمَنْ عَصَاني فَقَدْ اَبِيْ" (رواه البخاري)
            Artinya : menceritakan kepada kami muhammad ibn sufyan, menceritakan kepada kami fulaih, menceritakan kepada kami hilal ibn ali, dari ‘atha’ ibn yasar, dari abu hurairah RA, “ bahwa rasulullah SAW Bersabda, “ semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya, wahai rasulullah! Siapa yang enggan? Beliau menjawab, “ barang siapa menaatiku maka masuk surga, dan barang siapa yang durhaka kepadaku, maka dia yang enggan,” (HR. Bukhori).).

اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, " اِنَّ الْاَمَانَةَ نَزَلَتْ مِنَ السَّماَءِفِيْ جِذْرِالْقُلُوْبُ الرِّجَال, وَنَزَلَ الْقُرْاَنْ, فَقْرَأُوالقُرْاَنْ, وَعَلِمُوا مِنَ السُّنًّة (رواه البجاري)
            Artinya : menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, “ aku bertanya kepada A’masyi, ia berkata,”dari zaid ibn wahab, aku mendengar huzaifat, ia berkata, “ menceritakan kepada kami rasulullah SAW, bahwa amanah turun dari langit pada hati seseorang, dan di turunkan al-qur’an, maka bacalah al-qur’an dan pelajari sunnah.” (HR. Bukhari).        

 حَدَثَنِيْ يَحْيَ بِنْ يَحْيَ, اَخْبَرَنَا الْمُغِيْرَتين عَبْدُ الرَّحْمَنَ الْحِزَامِيْ عَنْ اَبِي الزِنَادْ, عَنِ الْاَعْرَجْ, عَنْ اَبِيْ هُرَيْرة, عَنِ النَّبِيْ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ, مَنْ اَطَاعَنِيْ فَقَدْ اَطَاعَ اللَّه وَمَنْ يَعْصَنِي فَقَدْ عَصَى اللَّه, وَمَنْ يُطِعِ الْاَمِيْرُ فَقَدْ اَطَاعَنِي. وَمَنْ يَعصِ الْاَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي." (رواه مسلم)
            Artinya : menceritakan kepada  kami yahya ibn yahya, memberitakan kepada kami al-Mughirat ibn abdurrahman ah-Hizami dan abi zinad dari al-A’raj dari abu hurairat dari rasulullah SAW bersabda, siapa yang taat kepadaku berarti ia taat kepada allah. Siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada allah, siapa yang taat kepada pemimpin (amir) berarti ia taat kepadaku. Siapa yang mendurhakai amirku berarti ia mendurhakaiku (HR. Muslim).         

حَذَثَنَا عَلِى بْنُ الْجَعْدِ قَاَلَ اَخْبَرَنَا مَنْصُوْرُ قَاَلَ سَمِعْتُ ربعى بن امر يَقُوْلُ,سَمِعْتُ عَلَيّاَ يَقُوْلُ قَاَلَ الَنبِى صَلى الله عليه وسلم  لَا تُكَذِّبُ عَلَى فَاءِنَّهُ مَنْ كَذَّبَ عَلَى فَلِيْلِجُ النا ر (رواه البخاري)
            Artinya: menceritakan kepada ali ibn Ja’di, ia berkata, memberikan kepada syu’bat, ia berkata, memberikan kepada mansyur, ia berkata, “aku mendengar ali berkata, “rasulullah SAW bersabda “ janganlah kamu berdusta atas namaku. Karena orang yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia masuk neraka”. (HR. Bukhari).     
            Selanjutnya urgensi ijtihad sebagai dasar pendidikan, dapat dilihat dari momentum pengutusan Mu’az bin jabal ke negri yaman. Terlebih dahulu Mu’az dites (uji kompetensi) oleh rasulullah, dengan dasar atau rujukan yang dijadikan bila ditemukan persoalan di tengah masyarakat yang membutuhkan penyelesaian. Mu’az menjawab dengan tiga rujukan, yaitu Qur’an dan Hadits, dan jika tidak ditemukan di keduanya lalu berijtihad. Rasulullah setuju dijadikannya ijtihad sebagai dasar hukum, termasuk dasar pendidikan. Penetapan ijtihad juga bisa dilihat dari hadits berikut :

حَدَثَنَى بِنْ يَحْيَ الَتمِيْمِى, اَخْبَرَنَا عَبْدُ اْلَعَزِيْزِ بْنُ محمد, عَنْ يَزِيْدُبْنِ عَبْدُ الله بِنْ اُسَا مَة بِنْ الْهَادِ, عَنْ اَبِىْ قَءِسْ مَوْلَى عُمَرُ بِنْ الْعَاصْ عَنْ اِنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم قاَلَ" اِذَ احَكَمَ اْلَحَا كِمُ فَاجْتَهِدُ ثُمّ اَصَابَ , فَلَهُ اَجْرَانِ . وَاِذَاحَكَمَ فَا جْتَهِدُ ثُم اَخْطَأُ فَلَهُ اَجْرٌ(رواه مسلم)  
            Artinya : menceritakan kepada kami yahya ibn yahya al-Tamimi, memberitakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz Ibn Muhammad, dari yazid ibn abdullah ibn usamad ibn had, dari Muhammad ibn Ibrahim,dari busri bin sa’id, dari abi qais maula dari amr ibn ash, berkata, “ bahwa ia mendengar rasulullah SAW bersabda, apabila seorang hakim memutuskan perkara dengan berijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila, ia memutuskan perkara dengan berijtihad, lalu salah, maka ia memperoleh satu pahala”. (HR. Muslim).
            Adapun perkataan sahabat (qaul-al sahabat) dijadikan sebagai dasar pendidikan diantaranya dapat dilihat dari hadits berikut.

عَنْ الحَرْبَاضْ بِنْ سَارِيَةَ قَالَ وَعَطَاِن رسول الله صلى الله عليه وسلم هُوَ عَطَةِ ذُ رْفَةَ مِهْنَا العُمُوْنَ وَجِلَتْ مِنْهَا اْلُقُلُوْب فَلَنَا يَا رَسُوُل الله اَنّ هَذِهِ لِمَوْ عِظَةِ مَوْ دَعَ فَمَا دَا تَعْهَدْ اِلَيْنَا ء قَالَ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْظَاأَ لسلها كنار هَالَا يَزِيْغَ عَنْهَا بَعْدَ اِلاّ هَلَكَ وَمَنْ يَعْسَ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اِخْتِلِاَ فًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ مُنَّتِى وَسُنّةِ الْحُلَ فَاَءَ الّرّسِدِ يْن وَعَلَيْكُمْ بِالّطّا عَةِ وَاِ نْ عَبِيْدَا حبنيا عَضُوْا عَلَيْهَا بالنواجد فَا نّمَا اْلمُوأْمِنُ كا لجمل الا نف حسما انقيد لنقاد
            Artinya : dari arbath ibn sariat berkata, rasulullah SAW telah menasihati dengan nasihat yang menyentuh hati dan meneteskan air mata. Kami bertanya, wahai rasulullah, sesungguhnya nasihat itu seolah-olah nasihat pamitan dari perpisahan, oleh karena itu nasihatilah kami, rasulullah berkata: aku menasihatkan kalian agar bertaqwa kepada allah, mendengar dan berbuat ketaatan, walaupun seorang hamba sahaya memerintahkanmu, sesungguhnya diantaramu nanti banyak pertentangan, maka oleh karena ini, senantiasalah kalian berpegang teguh kepada sunatku dan sunnah khulafa al-rasidin, yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnahku dengan taringmu, jauhkan mengada-ada perkara, sebab mengada-adakan perkara tersebut adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah neraka.” (HR. Ahmad Ibn Hambal)
            Disamping hadits diatas, terdapat juga riwayat lain yang mengindikasikan perkataan sahabat sebagai dasar pendidikan pada era rasulullah SAW. Misalnya sikap rasulullah yang menerima pendapat sahabat dan dijadikan dasar konsep dan strategi perang. Pada saat perang uhud nabi berpendapat lebih baik bertahan dalam kota, tapi karena mayoritas sahabat berpendapat keluar dari kota, maka nabi mengikuti pendapat mayoritas. Sedangkan dalam perang khandaq nabi tidak menjadikan pendapat Salman al-Farisi sebagai dasar strategi perang, yang mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit disekitar kota madinah dan memperkuat pertahanan pertahanan dalam kota. Pendapat ini di tentang oleh kaum anshar dan muhajirin. Tetapi akhirnya mereka menerima pendapat tersebut setelah nabi memberikan persetujuan, karena lebih menguasai strategi perang pada kondisi daerah yang seperti itu.
            Selanjutnya pada era rasulullah SAW, adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran islam, juga diperbolehkan, dan tidak dilarang oleh rasulullah SAW. Misalnya, kebiasaan orang arab menyenandungkan sya’ir. Ketika rasulullah SAW memasuki makah untuk melaksanakan umrah, ibnu rawahah menyenandungkan nasyid, “ anak turun kafir telah lepas dari jalanNya. Sekarang kita saksikan kehancuran mereka, hingga si kepala suku terpisah dari ranjang tidurnya, dan seorang sahabat mencela sahabatnya sendiri”. Melihat demikian, umar berkata “ wahai ibnu rawahat, ditanah haram didepan rasulullah SAW, begini engkau menyenandungkan sya’ir ?” rasulullah pun bersabda “ biarkanlah wahai umar, sya’irnya lebih cepat mengenai mereka dari pada anak-anak panah.” Dalam riwayat lain, rasulullah SAW bersabda,” demi dzat yang diriku ada pada genggamannya, ucapan ibn rawahah atas kaum musrikin lebih pedih dari pada anak panah. 
            Dari peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa adat kebiasaan masyarakat arab yang tidak bertentangan dengan ajaran islam, juga di jadikan sebagai landasan hukum atau landasan pendidikan. Kemudian studi tentang nasab (garis keturunan) juga merupakan kebiasaan orang arab. Karena tidak bertentangan dengan al-qur’an juga dibolehkan oleh rasulullah SAW, sebagai materi ajar untuk pembiasaan silaturrahmi atau akhlak.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat berdiri dengan kokoh. Sedangkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT, yang mengajarkan dan mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia , dan manusia dengan alam sekitar nya, yang meliputi pokok-pokok kepercayaan dan aturan-aturan hukum yang dibawa melalui utusan yang terakhir, nabi Muhammad SAW dan berlaku untuk seluruh umat manusia.
            Berdasarkan tinjauan terhadap ayat-ayat al-qur’an, hadits dan sejarah hidup reasulullah SAW diatas, diantara dasar pendidikan adalah al-qur’an dan hadits sebagai dasar primer, atau dasar pokok. Ijtihad, adat kebiasaan dan perkataan sahabat, sebagai dasar sekunder, atasu dasar tambahan. Menurut Abdul fatah jalal membagi dasar pendidikan islam kepada dua sumber :
1.       Sumber ilahiyat, yaitu al-qur’an dan hadits (sunnah) dan alam semesta sebagai ayat    kauniyyat yang perlu ditafsirkan kembali.
2.      Sumber insaniyat, yaitu proses ijtihad manusia.
            Bagi sa’id ismail, sebagaimana dikutip hasan langgulung, ada enam dasar pendidika dasar islam, yaitu :
a)     Al-qur’an
b)    Sunnah rasulullah
c)     Qaul al-Sahabat
d)    Masalih Al-Mursalat
e)     ‘urf
f)      Hasil pemikiran atau ijtihad intlektual muslim


3.1 Saran
            Diharapkan kepada pembaca untuk mengetahui dan mengamalkan apa yang tercantum dalam makalah ini. Yaitu menerapkan nilai-nilai keimanan, ibadah, akhlak, dan ilmu pengetahuan atau paling tidak mengandung dua prinsip dasar yaitu yang berhubungan dengan masalah aqidah (keimanan) dan yang berhubungan dengan amal (iman-amal shaleh). Dan jelas, pembaca diwajibkan menggunakan al-Quran sebagai landasan dan sumber utama pendidikan islam karena hal itu ikut menentukan corak dan bentuk amal ibadah dan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai makhluk social dan anggota masyarakat yang sekaligus pendidikan tersebut mendukung tujuan hidup manusia sesuai dengan isi al-quran.


DAFTAR PUSTAKA

Muis, Thabrani Abd. 2013. Pengantar dan Dimensi-Dimensi Pendidikan. Jember: STAIN Jember Pres.

Muniron. Syamsun Ni’am. Ahidol Asror. 2010. Studi Islam di Perguruan Tinggi. Jember: STAIN Jember Press

Ahmad, Ibn Hambal Imam. Hadis-Hadis Imam Ahmad. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Djumransjah. Abdul Malik Karim Amirullah. Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi. Malang: UIN-Malang Press.

NN. Dasar-Dasar Pendidikan Islam dalam Hadits. http://stitataqwa.blogspot.com.es/2013/02/hadits-tarbawi-dasar-pendidikn-dalam.html?m=1. Tanggal akses 10 September 2014.


[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka; Jakarta, 1994) hal. 211
[2] Abd.  Mus Thabrani. Pengantar dan Dimensi-dimensi Pendidikan. 2013. Hal. 21
[3] Muniron. Syamsun Ni’am. Ahidol Asror. 2010. Studi Islam di Perguruan Tinggi. Jember: STAIN Jember Press. Hal. 33
[5] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-uran, 1977, hal. 8
[6] Musnad Abdullah ibn Abbas “hal. 501 dan 578, hadis no.2069 dan 2429, selanjutnya ditulis 501/2069”, Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad dari Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal dari Waki dan Muammal – Sufyan Abdu l-A’la Ats-Tsa’labiy – Said ibn Jubair – ibn Abbas dalam bukunya Imam Ahmad ibn Hambal. “Hadis-hadis Imam Ahmad Menyoal Al-Quran, Sirah, Khilafah dan Jihad. 2009. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 2
[7] Djumransjah. Abdul Malik Karim Amirullah. Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi. Malang: UIN-Malang Press. Hal. 46

MAKALAH Pengetahuan sebagai Materi Pendidikan dalam Perspektif Islam

MAKALAH
Pengetahuan sebagai Materi Pendidikan dalam Perspektif Islam
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ilmu Pendidikan Islam”
Yang di bimbing oleh Mursalim











Disusun oleh:

Vivit Vidayanti                       (084 134 032)
D2



JURUSAN/PRODI TARBIYAH PGMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN JEMBER
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT  atas berkat, rahmat,taufik serta hidayah-Nya, makalah yang membahas tentang Pengetahuan sebagai Materi Pendidikan dalam Perspektif Islam  ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bila dalam penulisan karya ini terdapat kesalahan, maka itu semua merupakan hal yang tidak disengaja dan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan karya tulis selanjutnya.


Jember, 27 September 2014


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ....... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ...... ii

BAB I   PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang...................................................................................... 1
B.      Rumusan Masalah.......................................................................... ...... 1
C.      Tujuan  Penulisan .......................................................................... ...... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Materi Pendidikan........................................................ ...... 2
B.     Konsepsi Islam tentang Pengetahuan.................................................... 2
C.     Jenis dan Klasifikasi Pengetahuan Manusia menurut Islam.................. 3
D.    Berbagai Pengetahuan yang harus menjadi Materi Pendidikan Islam    5

BAB IIIPENUTUP                                                                
A.    Kesimpulan............................................................................................ 6
B.     Saran...................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... ...... 7


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tanpa pengetahuan proses mengajar dan belajar tentang pengalaman baru tidak akan dapat diperankankan. Pengetahuan (knowledge) adalah salah satu perlengkapan dasar manusia di dalam menempuh kehidupan ini[1]. Karena kepribadian manusia dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas pengetahuan yang diperolehnya. Pentingnya Pengetahuan dapat ditemukan dalam al-qur’an dengan ayat-ayat beriringan yang memberi titik tolak adanya peranan penting dan derajat tinggi orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan sebaliknya juga ada ayat-ayat yang mencela orang bodoh dan tidak mempunyai pengetahuan. Yaitu disurat Al-Mujadalah (58): 11, Al- Imran (3): 18, tha-ha (20): 114, Al-Ankabuut (29): 43, ar-Ra’du: 19. Pengetahuan sangat penting untuk manusia bahkan dijadikan pendidikan. Maka dari itu, penulis mengambil judul Pengetahuan sebagai Materi Pendidikan dalam Perspektif Islam”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Materi Pendidikan?
2.      Apa saja Konsep Islam tentang Pendidikan?
3.      Apa saja Jenis dan Klasifikasi Pengetahuan menurut Islam?
4.      Pengetahuan apa saja yang harus menjadi Materi Pendidikan dalam Islam?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian Materi Pendidikan
2.      Mengetahui segala Konsep Islam tentang Pendidikan
3.      Mengetahui Jenis dan K;asifikasi Pengetahuan menurut Islam
4.      Mengetahui berbagai Pengetahuan yang harus menjadi Materi Pendidikan dalam Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Materi Pendidikan
Materi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan, dikarangkan, dll. Sedangkan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Istilah materi pendidikan berarti mengorganisir bidang ilmu pengetahuan yang membentuk basis aktivias lembaga pendidikan, bidang-bidang ilmu pengetahuan ini satu dengan lainnya dipisah-pisah namun merupakan satu kesatuan terpadu. Materi pendidikan harus mengacu pada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada suatu materi, oleh karenanya materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri sendiri terlepas dari kontrrol tujuannya.[2]
Pemilihan materi di samping harus sesuai dengan tujuan, dituntut pula agar sesuai dengan subjek didik yang dipelajarinya. Materi yang akan diberikan harus dapat disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, menarik perhatian, minat, umur, bakat, jenis kelamin, latar belakang, dan pengalaman. Materi juga perlu diorganisasikan menurut urutannya dengan memperhatikan keseimbangan dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkret menuju yang abstrak, sehingga dapat menuntun para pelajar secara runtun/sistematis, sehingga melahirkan kurikulum.

B.     Konsepsi Islam tentang Pengetahuan
Salah satu gagasan yang paling canggih, komprehensif, dan  mendalam yang dapat ditemukan di dalam al-qur’an adalah konsep ilmu pengetahuan. Sesungguhnya, tingkat kepentingannya hanya berada di konsep tauhid, yang mendasar dari al-qur’an. Pentingnya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa al-qur’an menyebut akar kata “ilmu” dan kata turunannya tidak kurang dari 744 kali.[3] Dalam sejarah peradaban muslim, konsep pengetahuan secara mendalam meresap ke dalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkap dirinya dalam sebuah upaya intelektual.  Tidak ada peradaban lain dalam sejarah yang memiliki konsep “pengetahuan” dengan semangat yang demikian tinggi dan mengejarnya dengan amat tekun. Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam al-Quran adalah holistik dan utuh. Di dalam konsep ini tidak terdapat pemisah antara al-quran dan nilai-nilai. Di dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang bertanggung jawab (hadits Nabi SAW-pen). 
Dengan ilmu pengetahuan, Allah telah memuliakan manusia. Adam ’alaihis salam diangkat derajatnya oleh Allah diatas para malaikat karena Allah telah menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, yang tidak diberikan kepada para malaikat. Allah juga berjanji bahwa Dia akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Semua ini mempertegas kemuliaan orang yang berilmu pengetahuan. konsepsi Al-Qur’an tentang orang yang berilmu pengetahuan, yaitu orang yang senantiasa merenungi ayat-ayat kauniyah, lalu sampai pada kesadaran dan pengakuan pada kebesaran Allah, dan akhirnya sampai pada puncak rasa takut kepada-Nya. ilmu pengetahuan semestinya mengantarkan pemiliknya pada peningkatan ketakwaan dan rasa takut kepada Allah. Dan dengan demikian, dalam Islam seseorang baru disebut berilmu pengetahuan jika ilmu pengetahuan yang dimiliknya mengantarkannya pada rasa takut yang sangat kepada Allah. Dengan tafsiran seperti inilah kita memahami firman Allah dalam QS Faathir: ”Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu pengetahuan (ulama).”

C.    Jenis dan Klasifikasi Pengetahuan Manusia menurut Islam
Klasifikasi ilmu pengetahuan dalam konsep islam tidak mengenal adanya dikotonomi antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu pengetahuan agama. Tidak benar apabila ada anggapan bahwa ilmu pengetahuan umum adalah ilmu kafir. Ilmu umum maupun ilmu agama adalah ilmu pengetahuan sumbernya berasal dari allah SWT. Al-ghozali membagi ilmu pengetahuan menjadi dua jenis: a). ilmu-ilmu fardu ain, ilmu yang wajib dipelajari oleh semua orang Islam meliputi ilmu-ilmu agama atau ilmu yang bersumber dari dalam kitab suci Al-quran. b) ilmu-ilmu yang merupakan fardu kifayah, ilmu-ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, kedokteran, teknik, pertanian, dan industry.[4]
Ibn Khaldun menjelaskan ilmu manusia adalah mendapat sesuatu gambaran yang diketahui keadaannya dengan usaha. Ilmu ini berbeda dengan ilmu malaikat yang lebih tinggi. Namun ilmu malaikat dapat diperolehi oleh nabi dan rasul kerana mereka telah diberi sifat-sifat khusus oleh Allah untuk menerima wahyu bagi disampaikan kepada manusia lainnya. Menurut Ibn Khaldun, ilmu yang wujud dalam diri manusia mempunyai dua sumber, yaitu akal dan wahyu. Menerusi akal, manusia dibedakan dengan binatang yang tidak dianugerahkan akal dan fikiran bagi membedakan sesuatu benda.
Ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu kepada dua, yaitu ilmu yang diperolehi oleh manusia daripada rasul-rasul dan ilmu yang diperolehi berdasarkan proses akal. Ilmu yang pertama dinamakan al-Ulum al-Naqliyyah al-Wadiyyah (the traditional sciences), yaitu ilmu yang didapati melalui rasul Allah berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah dan yang kedua dinamakan al-Ulum al-Hikmiyyah al-Falsafiyyah (the philosophical sciences), yaitu ilmu yang diusahakan oleh akal manusia.
Dalam al-Ulum al-Naqliyyah al-Wadiyyah, Ibn Khaldun menjelaskan ilmu yang terkandung dalamnya seperti berikut : (1) Ilmu Tafsir yang menjelaskan lafaz-lafaz al-Quran, (2) Ilmu Qiraah yang menyatakan bacaan al-Quran, (3) Ulum Hadith yang menjelaskan sanad dan perkhabaran perawi-perawi tentang Sunnah Rasulullah, (4) Usul Fiqh yang menjelaskan bagaimana mengeluar hukum-hukum Allah, (6) Ilmu Fiqh yang merupakan hukum yang diperolehi daripada perbuatan manusia, (7) Ilmu Kalam yang membahaskan aqidah keimanan dan hujah-hujahnya, (8) Ilmu Bahasa yang meliputi lughah, nahu, bayan dan adab. Jelasnya, semua ilmu ini adalah berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Ibn Khaldun juga membahaskan ilmu Tasauf, dan Ramalan mimpi dalam khasifikasi ilmu pertama ini.
Dalam klasifikasi kedua, iaitu al-Ulum` al-Hikmiyyah al-Falsafiyyah (akal) terdapat beberapa jenis ilmu, yaitu (1) Ilmu Matematik yang menjelaskan sukatan dan ukuran, (2) Ilmu Handasah (Geometri) yang membahaskan persoalan ukuran dan timbangan, (3) Ilmu Hay’ah (Astronomi) yang melihat kepada pergerakan cakrawala, (4) Ilmu Mantiq yang menyatakan cara menjaga akal dari kesalahan, (5) Ilmu Tabie (Nature) yang mengkaji hal jisim dan persoalan-persoalan fizik, (6) Ilmu Ilahiyyat (Metafizik) yang membahaskan persoalan ketuhanan, (7) Ilmu Sihir, (8) Ilmu Rahsia Huruf, dan (9) Ilmu Kimia.
Setiap ilmu ini mempunyai cabang-cabang ilmu yang lain. Sebagai contohnya, ilmu Matematik akan melahirkan ilmu Arithmatik, ilmu Hisab, ilmu Mua’malat dan ilmu Faraid; ilmu Tabie / Fizik akan melahirkan ilmu kedokteran dan ilmu Pertanian. Secara ringkasnya ilmu ini adalah berdasarkan pengalaman dan pemikiran manusia.
Pengklafikasian ilmu oleh Ibn Khaldun secara umumnya mempunyai persamaan dengan tokoh-tokoh sebelumnya seperti al-Farabi dalam kitabnya Ihsa’ al-Ulum dan al-Ghazali dalam Ilya’ UlumuddinKitab al-Ilm. Al-Ghazali sebagai contohnya menggunakan istilah syar’iyah (syariah) dan ghayr al-syar’iyah (bukan syariah) sebagai ganti kepada pembahagian Ibn Khaldun.


D.     Berbagai Pengetahuan yang harus menjadi Materi Pendidikan Islam
Materi-materi yang diuraikan dalam al-qur’an menjadi bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik formal maupun non-formal. Oleh karena itu, materi pendidikan Islam harus dipahami, dihayati, diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam. Menurut pandangan Prof. Dr Mohammad Fadhil al-Djamali, semua jenis ilmu yang terkanung di dalam al-qur’an harus diajarkan kepada anak didik. Ilmu-ilmu tersebut meliputi: ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu bumi, lmu jiwa, ilmu kedokteran ilmu pertanian, bioogi, ilmu hitung, ilmu hukum, perundang-undangan, ilmu kemasyarakatan (sosiologi), ilmu ekonomi, balaghah, ilmu bahasa Arab. Ilmu pembelaan Negara, dan segala ilmu yang dapat mengembangkn kehidupan umat manusia dan yang mempertinggi derajatnya.[5]
Bila dilihat dari urgensinya, Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan sebagai berikut:
1.      Ilmu syariah dengan semua jenisnya.
2.      Ilmu filsafat, termasuk ilmu alam dan ilmu ketuhanan.
3.      Ilmu alat yang bersifat membantu ilmu-ilmu agama, seperti ilmu lughah, dll
4.      Ilmu alat yang membantu falsafah, seperti ilmu mantik (logika)
Menurutnya,  ilmu pengetahuan tersebut banyak bergantung pada kepandaian guru dalam mempergunakan metode yang tepat dan baik. Oleh karena itu, guru wajib mengetahui faedah dari suatu metode yang dipergunakan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Materi pendidikan berarti mengorganisir bidang ilmu pengetahuan yang membentuk basis aktivias lembaga pendidikan, bidang-bidang ilmu pengetahuan ini satu dengan lainnya dipisah-pisah namun merupakan satu kesatuan terpadu. Materi pendidikan harus mengacu pada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada suatu materi, oleh karenanya materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri sendiri terlepas dari kontrrol tujuannya
Dalam sejarah peradaban muslim, konsep pengetahuan secara mendalam meresap ke dalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkap dirinya dalam sebuah upaya intelektual. Di dalam konsep ini tidak terdapat pemisah antara al-quran dan nilai-nilai. Di dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang bertanggung jawab (hadits Nabi SAW-pen).   
Al-ghozali membagi ilmu pengetahuan menjadi dua jenis: a). ilmu-ilmu fardu ain, ilmu yang wajib dipelajari oleh semua orang Islam meliputi ilmu-ilmu agama atau ilmu yang bersumber dari dalam kitab suci Al-quran. b) ilmu-ilmu yang merupakan fardu kifayah, ilmu-ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, kedokteran, teknik, pertanian, dan industry. Ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu kepada dua, yaitu ilmu yang diperolehi oleh manusia daripada rasul-rasul dan ilmu yang diperolehi berdasarkan proses akal
Menurut pandangan Prof. Dr Mohammad Fadhil al-Djamali, semua jenis ilmu yang terkanung di dalam al-qur’an harus diajarkan kepada anak didik. Ilmu-ilmu tersebut meliputi: ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu bumi, lmu jiwa, ilmu kedokteran ilmu pertanian, bioogi, ilmu hitung, ilmu hukum, perundang-undangan, ilmu kemasyarakatan (sosiologi), ilmu ekonomi, balaghah, ilmu bahasa Arab. Ilmu pembelaan Negara, dan segala ilmu yang dapat mengembangkn kehidupan umat manusia dan yang mempertinggi derajatnya.

B.     Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk mencari pengetahuan, karena konsep pengetahuan dalam Islam hukumnya wajib. Oleh karenya, iman dan ilmu pengetahuan harus seimbang. Karena keduanya saling memperkokoh dan mempengaruhi. Sehingga orang yang bertambah pengetahuannya maka imannyapun bertambah kuat.
DAFTAR PUSTAKA


Saleh, Abdurrahman Abdullah. 1994. Teori-Teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Alim, Muhammad. 2006.  Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Fajrie, Ismail Alatas. 2006. Sungai tak bermuara Risalah Konsep Ilmu dalam Islam. Jakarta: Diwan.

Arifin. 2014. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis berdsarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara


[1] Dalam buku karangan Dr. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan berdasarkan Al-Quran. Hal. 89
[2] Dalam buku karangan Dr. AbdurrahmanSaleh  Abdullah. Teori-Teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an. Hal. 159
[3] Dalam buku karangan Drs. Muhammad Alim, M.Ag. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Hal. 205
[4] Dalam buku karangan Ismail Fajrie Alatas. Suungai tak bermuara Risalah Konsep Ilmu dalam Islam. Hal. 33
[5] Dalam buku karangan Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Imu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendektan Interdisipliner. Hal. 137